CARAPANDANG.COM, GAZA -- Asap pekat menyelimuti langit Gaza City pada Rabu (17/9) saat deretan tank Israel, yang dibarengi oleh tembakan artileri dan serangan udara tanpa henti, merangsek masuk lebih dalam ke kota itu dalam salah satu operasi darat terbesar Israel sejak konflik dimulai.
Serangan tersebut didahului oleh peringatan keras. Pada pagi hari, pamflet-pamflet Israel disebar, mendesak warga sipil untuk mengungsi ke selatan dan menyatakan Gaza City sebagai "zona pertempuran yang brutal."
Rute evakuasi diumumkan, tetapi bagi ribuan warga yang ketakutan, pertanyaannya adalah ke mana harus pergi dan bagaimana cara sampai ke tujuan dengan selamat.
"Kami pikir bagian barat Gaza City akan aman, tetapi pengeboman mengikuti kami ke mana-mana," kata Mahmoud al-Zard, seorang pria berusia 45 tahun yang memiliki lima anak. "Tidak ada lagi tempat yang aman."
Asap membubung di Gaza City usai serangan udara Israel pada 12 September 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)
Keluarga al-Zard sudah pernah mengungsi ketika rumah mereka di kawasan Shuja'iyya hancur. Kini, dipaksa keluar dari tenda tempat mereka berlindung, mereka kembali harus mengungsi.
"Kami hanya membawa beberapa barang dan air," tuturnya. "Kami terus-menerus hidup dalam ketakutan. Setiap tembakan meriam diiringi oleh kedatangan tank-tank yang kian mendekat. Rasanya seperti mati seribu kali sehari."