SHARE

carapandang.com

CARAPANDANG.COM - Guru Besar Universitas Indonesia Profesor Zubairi Djoerban menerangkan bahwa tidak 100 persen pasien Covid-19 boleh menjalani isolasi mandiri.

Dia mengatakan bahwa pasien terinfeksi virus tersebut hanya boleh menjalani isolasi mandiri apabila kondisi paru-paru dan saturasi oksigen dalam keadaan normal.

“Perlu dicatat. Tidak 100 persen pasien Covid-19 itu sebenarnya boleh isoman. Salah satu syarat pasien yang boleh isoman adalah pasien yang rontgen parunya normal dan saturasi oksigennya tidak drop,” kata Prof Zubairi melalui Twitter, Minggu (18/7/2021).

Ada pertanyaan beberapa jurnalis: Kenapa pasien Covid-19 yang isoman itu banyak yang meninggal?

Jawaban saya clear. Karena banyak pasien dengan keluhan berat tidak bisa masuk ke rumah sakit. Artinya, tidak 100 persen pasien Covid-19 itu sebenarnya boleh isoman begitu saja.
...

— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) July 16, 2021
Selama ini isolasi mandiri hanya dijalani bagi masyarakat dengan gejala ringan. Langkah ini dilakukan untuk menekan membeludaknya pasien di rumah sakit. Selain itu, pasien isolasi mandiri diminta tidak sembarangan mengonsumsi obat.

Pasalnya, konsumsi obat antibiotik secara bebas dan terlalu banyak tanpa indikasi yang benar akan menimbulkan resistensi pada tubuh. Artinya bakteri yang disasar menjadi sulit untuk dibasmi.

“Jadi, bakteri yang terlalu sering dapat Azithromycin, malah membuat bakteri itu resisten. Kalau mereka resisten, maka sulit diatasi,” jelasnya.

Menurutnya, pasien yang terlanjur mengonsumsi Azithromycin dan Oseltamivir sebaiknya dihentikan. Dia menyebut konsumsi jangka panjang obat tersebut akan berefek serius kepada pengguna di kemudian hari.

Setidaknya lima organisasi profesi kedokteran di Indonesia tidak lagi merekomendasikan obat Azithromycin dan Oseltamivir sebagai obat terapi bagi pasien Covid-19.

Lima organisasi tersebut yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).

Kemudian, Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Organisasi itu mengusulkan agar dua jenis itu tidak lagi diberikan kepada pasien bergejala ringan.

Tags
SHARE