SHARE

Figur publik Tasya Kamila dalam diskusi virtual (istimewa)

CARAPANDANG.COM – Penerima beasiswa LPDP sekaligus selebrity Tanah Air, Tasya Kamila mengatakan edukasi bagi warga dunia pendidikan terkait kekerasan berbasis gender perlu dilakukan sejak dini. Dengan demikian, hal ini dapat dipahami dan menghindari setiap perilaku serta sikap yang menunjukkan kekerasa berbasis gender.

"Ini harus disosialisasikan, karena tidak semua orang memahami kekerasan berbasis gender," kata Tasya dalam seminar virtual Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Sabtu (28/11/2020).

Tasya menuturkan pada saat mengenyam pendidikan S1 di Indonesia, dia merasa tidak pernah menerima diskusi atau pemaparan mengenai kekerasan berbasis gender pada saat itu.

Berbeda ketika dia melanjutkan pendidikan magister (S2) di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat. Di sana, dia mendapat pengenalan dan pemahaman tentang kekerasan berbasis gender.

Pada saat masa orientasi mahasiswa baru di universitas itu, dia mengatakan wajib menonton rangkaian video dan menjawab soal khusus terkait kekerasan berbasis gender.

Tasya yang juga Duta Lingkungan Hidup menuturkan video itu terdiri dari beberapa bagian dan tidak bisa dilewati, sehingga harus ditonton secara utuh dan kemudian menjawab soal di akhir video.

"Karena, kalau tidak menonton video kekerasan seksual, kita tidak bisa register untuk kelas. Mau tidak mau jadi paham tentang hal tersebut," tutur Tasya.

Dari video tersebut, Tasya mendapatkan pemahaman, antara lain definisi kekerasan seksual, contoh situasi, peristiwa, dan perilaku serta sikap tentang kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual.

Dari rangkaian video itu, Tasya juga diinformasikan tentang hal-hal yang harus dilakukan saksi jika melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan berbasis gender, cara pelaporan dan sanksi dari kampus, serta bagaimana bisa mendapat dukungan dan informasi tambahan mengenai penanganan kekerasan seksual.

"Bagaimana kita menjadi saksi yang baik ketika ada pelanggaran (kekerasan berbasis gender) dan bisa memberikan 'support' (dukungan/bantuan) kepada korban," ujarnya.