SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan bahwa kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan institusi penegak hukum di Indonesia pada tahun 2021 hanya mencapai 24 persen atau bernilai D.

“Kualitas kerja atau nilai yang kami berikan kepada institusi penegak hukum, yakni Kejaksaan RI, kepolisian, dan KPK ataupun terhadap kerja pemberantasan korupsi di sektor penindakan adalah D karena hanya mencapai 24 persen dari target yang mereka sendiri cantumkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2021,” kata Lalola.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi pemapar dalam Peluncuran Laporan Tren Penindakan Korupsi Tahun 2021 ICW yang disiarkan langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, sebagaimana dipantau di Jakarta, Senin.

Penilaian tersebut, ujar Lalola, dilakukan ICW melalui pemantauan terhadap berbagai pemberitaan dan situs web resmi milik aparat penegak hukum yang memiliki informasi representatif.

Meskipun begitu, ia mengatakan kasus korupsi yang terpantau ICW belum tentu merefleksikan hal yang sebenarnya dilakukan institusi penegak hukum. Kondisi ini muncul karena tidak semua institusi, terutama Kejaksaan dan kepolisian di tingkat daerah menghadirkan sumber informasi yang representatif kepada publik.

Lalola menyampaikan bahwa penilaian kinerja penindakan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum tersebut dibagi dalam lima kategori atau nilai. Pertama, nilai A atau sangat baik berarti rentang kasus yang berhasil ditangani sebesar 81 sampai 100 persen. Peringkat B atau baik berarti ada 61 sampai 80 persen kasus.

Peringkat C atau cukup berarti ada 41 sampai 80 persen kasus. Peringkat D atau buruk berarti ada 21 sampai 40 persen kasus. Yang terakhir, peringkat E atau sangat buruk berarti ada 0 sampai 20 persen kasus yang berhasil ditindak.

“Persentase dihitung dengan rumus, yakni penindakan kasus yang terpantau ICW dibagi target penindakan kasus dan dikalikan dengan seratus persen,” kata Lalola.

Lalola menyampaikan kinerja masing-masing institusi penegak hukum pada tahun 2021 terkait dengan penindakan korupsi.

Ia mengatakan sepanjang tahun 2021, Kejaksaan RI berhasil menindak 371 kasus dari target 571 atau sebesar 53 persen, menetapkan 814 tersangka, dan mengidentifikasi nilai kerugian negara sebesar Rp26,5 triliun. Dengan demikian, dari segi kuantitas penanganan kasus, ICW memberikan nilai B kepada Kejaksaan RI.

Selanjutnya, Kepolisian RI berhasil menindak 130 kasus dari target 1.526 atau sebesar 8,4 persen, menetapkan 244 tersangka, dan mengidentifikasi nilai kerugian negara sebanyak Rp2,3 triliun. Dengan demikian, dari segi kuantitas penanganan kasus, ICW memberikan nilai E kepada kepolisian.

“Untuk KPK, mereka berhasil menangani 32 kasus dari target 120, menetapkan 115 tersangka, dan mengidentifikasi kerugian negara sebesar Rp596 miliar. Dari segi kuantitas penanganan kasus, ICW memberikan nilai D kepada KPK,” ujar Lalola.

Berdasarkan hasil penilaian ICW sejak tahun 2017, Lalola mengatakan nilai kinerja penindakan kasus korupsi di Tanah Air masih cenderung fluktuatif atau naik turun, terutama dari jumlah kasus dan besaran kerugian negara.

“Namun sejak tahun 2019 sampai 2021, ada peningkatan nilai kerugian negara dari kasus korupsi yang berhasil ditindak aparat penegak hukum,” kata dia.

Hal tersebut, kata Lalola, mengindikasikan bahwa pemerintah kurang maksimal mengawasi pengelolaan anggaran negara sehingga besaran atau potensi kerugian negara dari perkara korupsi terus meningkat sejak tahun 2017.

Dengan demikian, ujar dia, dibutuhkan perbaikan yang tepat dari pemerintah pada sisi pengelolaan anggaran negara demi memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.